Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia


Membaca menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti melihat, memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan maupun hanya dalam hati). Aktifitas membaca biasanya dilakukan untuk menelaah hasil pemikiran seseorang melalui tulisan dengan tujuan untuk mencerahkan jiwa, menambah informasi, atau bahkan memberikan solusi. Ketika dahulu Bangsa Indonesia sedang terjajah, buta aksara tentunya menjadi masalah mengingat susahnya mengenyam pendidikan, namun kini setelah 68 tahun Indonesia merdeka dan semakin banyak masyarakat yang bisa menikmati pendidikan, seharusnya tingkat minat baca masyarakat Indonesia bisa bertambah baik, namun hal ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang kita alami sekarang. Kita bahkan dikenal sebagai bangsa yang rendah sekali minat bacanya, padahal minat baca ini bisa menjadi tolak ukur tingkat kemajuan pendidikan dan kualitas suatu bangsa. Namun tampaknya minat dan budaya ini masih jauh dari perilaku Bangsa kita.

INDIKATOR RENDAHNYA MINAT BACA
Jika merujuk data yang pernah dikeluarkan Badan Pusat Statisitik (BPS) pada tahun 2012 dijelaskan bahwa sebanyak 91,68 persen penduduk yang berusia 10 tahun ke atas lebih menyukai menonton televisi, dan hanya sekitar 17,66 persen yang menyukai membaca surat kabar, buku atau majalah. Konsumsi satu surat kabar di Indonesia dengan pembacanya mempunyai rasio 1 berbanding 45 orang (1:45). Tentu Rasio antara konsumsi satu surat dengan jumlah pembaca di Indonesia sudah sangat tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan sangat tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Filipina yang tingkat perbandingannya sudah mencapai 1:30, idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10 orang atau dengan rasio  1:10.

Tak hanya itu, setiap siswa sekolah menengah di beberapa negara maju bahkan diberi kewajiban untuk menamatkan buku bacaan dengan jumlah tertentu sebelum mereka lulus sekolah. Taufiq Ismail yang juga merupakan sastrawan nasional  pernah menyebutkan hal ini didalam satu banner rumah puisi miliknya, negara Jerman misalnya mewajibkan siswanya harus menamatkan hingga 22-32 judul buku (1966-1975), di Jepang 15 judul buku (1969-1972),  di Malaysia 6 judul Buku (1976-1980), Singapura 6 judul buku (1982-1983),  di Thailand 5 judul buku (1986-1991), sedangkan di Indonesia sejak tahun 1950-1997 terdapat nol buku atau tidak ada kewajiban untuk menamatkan satu judul buku pun.   Kondisi ini  pun masih berlangsung hingga sekarang.


Fakta diatas tentu sangat memprihatinkan, mengingat budaya membaca sangat erat kaitannya dengan kultur sebuah generasi. Jika generasi sekarang memiliki minat baca rendah, bagaimana mungkin akan mengharapkan generasi mendatang untuk menjadi teladan bagi anak cucu jika membudayakan membaca saja tak bisa, apalagi sampai mengharapkan untuk bisa menjadi Bangsa yang berkualitas. Tentu hal ini perlu kita benahi dan sikapi bersama.

Kepala Perpustakaan Nasional, Sri Sularsi dalam suatu pernyataan persnya ketika berkunjung di Banjarmasin Oktober 2013 lalu pernah mengatakan bahwa Rakyat Indonesia pada saat sekarang memang kurang gemar dalam membaca. Ia juga menambahkan keterangannya berdasarkan hasil survey yang pernah dibuat oleh United National Developmet Program (UNDP) bahwa rasio gemar membaca di Indonesia hanya 0,001% atau satu berbanding 1.000 orang. Artinya jika ada 1000 orang Indonesia, hanya ada satu orang yang gemar membaca. Lebih lanjut, Media Indonesia pernah menyebutkan bahwa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia tidak terlepas dari kurangnya kesadaran publik akan arti penting membaca bagi peningkatan kemampuan dan kesejahteraan diri maupun bangsa.

Survei diatas juga kembali dikuatkan oleh laporan yang dilakukan United Nation Development Program (UNDP) atau Organisasi Program Pembanggunan milik PBB bahwa indeks pembangunan manusia Indonesia berada pada posisi 121 dari 187 negara di dunia. Indeks pembangunan manusia sendiri adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia. Sesuai dengan rangking tersebut maka terlihat semakin jauh pula  ketertinggalan kualitas dan kompetisi masyarakat Indonesia jika dibandingkan dari berbagai negara yang ada di dunia.

BUDAYA MEMBACA
Kebiasaan membaca tampaknya memang belum begitu mengakar di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan dan aktifitas yang kita lakukan sehari-hari. Apa yang lebih sering dilakukan ketika kebanyakan dari kita memilki banyak waktu senggang. Kita menggunakan nya untuk membaca sesuatau hal yang bermanfaat ataukah malah dihabiskan dengan mengobrol dan bercanda dengan rekan-kita.

Penulis pernah mengamati perilaku budaya membaca yang ada dikalangan mahasiswa . Ketika jam istirahat tiba, kebanyakan rekan-rekan mahasiswa memilih kantin sebagai tempat beristirahat utama, selain itu banyak juga rekan-rekan mahasiswa yang menghabiskan waktunya dengan berinternet membuka situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter bahkan bernain game online. Hal ini sangat berbanding terbalik jika kita melihat kondisi di dalam perpustakaan yang bisa dikatakan cukup lengang dari berbagai aktifitas mahasiswa yang katanya kaum intelektual dengan gelar agen perubahan. Maka, tak jarang jika ada sebuah indikator umum yang mengatakan bahwa jika ingin melihat majunya suatu kampus maka dapat dilihat dari kondisi perpustakaanya, apakah ramai dari aktifitas membaca para mahasiswa.

Di negara maju seperti Jepang, budaya membaca adalah suatu kebiasaan yang telah menjadi kebutuhan bagi masyarakatnya. Ibarat sandang, pangan dan papan, membaca merupakan bagian dari kehidupan mereka. Kita tentu sering mendengar budaya membaca masyarakat Jepang yang sangat luar biasa. Mereka sanggup membaca dimanapun tempatnya  berada. Kegemaran membaca masyarakat Jepang dapat dibuktikan dengan melihat apa yang dilakukan masyarakat Jepang ketika berada di kereta api, taman, ruang tunggu bahkan di jalanan, tidak jarang kita akan menjumpai masyarakat Jepang sedang asyik membaca buku, koran, komik, atau majalah tanpa mempredulikan orang disekitarnya. Itulah keunikan orang Jepang yang telah menjadikan membaca sebagai budaya. Kegemaran membaca merupakan salah satu kunci sukses orang Jepang hingga bisa membawa negaranya ke peringkat negara maju di dunia.

MENINGKATKAN MINAT BACA

Untuk bisa menjadi bangsa yang unggul, maka sudah seharusnya kita lebih menggenjot diri untuk lebih meningkatkan minat baca yang ada di masyarakat. Semua pihak harus turut serta dalam upaya ini,  baik itu pemerintah ataupun masyarakat. Sebab dengan membiasakan budaya membaca, maka semua pihak akan mendapatkan banyak manfaat, dengan membaca informasi sudah pasti akan mudah didapat, dengan membaca proses menimba ilmu juga akan mudah diserap, dengan membaca kita juga bisa menjadi bangsa yang bermartabat.

Banyak cara-cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan minat baca ini. Hal yang paling utama mesti dilakukan pemerintah adalah membuat suatu gerakan budaya membaca secara besar-besaran di seluruh Indonesia. Tak hanya membuat sebuah gerakan, pemerintah juga harus menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dengan menyediakan perpustakaaan dengan koleksi buku-buku yang lengkap kesluruh pelosok desa yang ada di Indonesia. Selain itu Pemerintah juga harusnya bisa menekan harga buku yang ada dipasaran, sehingga diharapakan dengan semakin murahnya harga buku masyarakat mampu menyisihkan sebagian uangnya untuk membeli buku dan menjadikannya sebagai gudang ilmu.

Tak hanya pemerintah, masyarakat juga memilki peranan yang cukup vital terhadap gerakan budaya baca ini. Sudah saatnyalah masyarakat kita bertransformasi menjadi masyarakat yang gemar membaca seperti masyarakat di negara maju yang telah memiliki motivasi intrinsik untuk membaca. Sehingga dengan demikian cita-cita kita untuk menjadi bangsa yang unggul dan bermartabat  tidak hanya sekedar pepesan belaka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.

Pages