BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Istilah Corporate
Governance ditemukan pertama kali pada tahun 1984 pada tulisan Robert I.
Tricker dalam bukunya Corporate Governance – Practices, Procedures, and
Power in British Companies and Their Board of Directors, UK, Gower.
Perhatian terhadap corporate governance saat ini muncul sebagai akibat
dari adanya skandal keuangan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar seperti
Enron dan WorldCom. Lemahnya pelaksanaan corporate governance di
perusahaan dianggap sebagai salah satu pemicu utama skandal tersebut.
Good Corporate Governance yang selanjutnya disingkat dengan GCG merupakan alat bagi perusahaan untuk menjaga kerahasiaan perusahaan melalui fungsi kontrol atas operasional perusahaan itu sendiri. Pemahaman terhadap prinsip Corporate Governance telah dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, prinsip-prinsip penerapan GCG diatur dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang dikeluarkan pada tahun 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia (KNKG: 2006) merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka:
1.
Mendorong tercapainya kesinambungan
perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
2.
Mendorong pemberdayaan fungsi dan
kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan
Rapat Umum Pemegang Saham.
3.
Mendorong pemegang saham, anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
4.
Mendorong timbulnya kesadaran dan
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan
terutama di sekitar perusahaan.
5.
Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi
pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6.
Meningkatkan daya saing perusahaan
secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar
yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
Tata kelola
perusahaan yang baik, yang dalam terminologi modern disebut sebagai Good
Corporate Governance berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Aisyah r.a yang artinya “Sesungguhnya Allah menyukai
apabila seseorang melalukan sesuatu pekerjaan dilakukan dengan baik”. Indonesia
sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, haruslah memahami dan
mengetahui prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam konteks
keIslaman. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam konteks
keIslaman bukanlah sesuatu yang baru. Prinsip-prinsip ini telah ada sejak
ratusan tahun yang lalu dalam wujud manajemen Islami. Namun dengan
berkembangnya prinsip kapitalisme dunia barat, prinsip-prinsip tersebut
kemudian ditinggalkan oleh umat Islam.
Entitas syariah
di Indonesia saat ini semakin berkembang. Tak hanya di bidang perbankan, asuransi
syariah juga turut meramaikan bisnis syariah saat ini. Bisnis syariah yang
semakin berkembang saat ini tentu saja memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan
Good Corporate Governance itu sendiri. Bisnis syariah haruslah berpegang
teguh terhadap prinsip-prinsip syariah dengan tidak mengecualikan pelaksanaan Good
Corporate Governance pada bisnis syariah itu sendiri.
Entitas syariah
tentunya memiliki perspektif tersendiri terhadap Good Corporate Governance yang
tentunya merupakan cerminan dari perspektif Islam. Berkembangnya bisnis syariah
dan Good Corporate Governance di Indonesia turut diikuti oleh
dikeluarkannya Konsep Pedoman Good Governance Bisnis Syariah oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance pada tahun 2011.
Prinsip Good
Corporate Governance dalam Islam mengacu pada Al-Quran dan Al-Hadits yang
menjadikannya unik dan berbeda dengan konsep Good Corporate Governance dalam
pandangan dunia barat. Prinsip Good Corporate Governance secara umum
adalah transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability),
responsibiltas (responsibility), independensi (indenpendency),
kewajaran dan kesetaraan (fairness). Sedangkan prinsip Good Corporate
Governance dalam Islam menurut Muqorobin (2011) meliputi tauhid, taqwa dan
ridha, equilibrium (keseimbangan dan keadilan), dan kemaslahatan. Prinsip-prinsip
Corporate Governance dalam perspektif Islam diwujudkan melalui kerangka
syariah dalam pelaksanaan bisnis, keadilan dan kesetaraan demi kemaslahatan
serta berorientasi pada Allah SWT sebagai pemilik dan otoritas tunggal di
dunia.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam maklah ini
adalah sebagai berikut.
1.
Apa sajakah prinsip- prinsip Good
Corporate Governance?
2.
Bagaimana Good Corporate
Governance ditinjau dari perspektif Islam?
1.3 Manfaat
Penulisan
Berangkat dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui prinsip- prinsip Good
Corporate Governance?
2.
Untuk mengetahui Good Corporate
Governance ditinjau dari perspektif Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2.1
Pengertian Good Corporate Governance
Bank Dunia
mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai kumpulan hukum,
peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai
ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun
masyarakat sekitar secara keseluruhan.[1]
Organization
for Economic Corporation and Development (OECD) dalam mendefinisikan Good
Corporate Governance sebagai sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan
mengendalikan kegiatan perusahaan. Corporate Governance mengatur
pembagian tugas hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan
perusahaan termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer, dan
semua anggota stakeholder nonpemegang saham.
Center for
European Policy Study (CEPS) memformulasikan Good Corporate Governance sebagai
seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, dan pengendalian,
baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan.[2]
Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan Corporate Governance sebagai seperangkat
peraturan yang mendefinisikan hubungan antara pemegang saham, manajer,
kreditor, pemerintah, karyawan dan stakeholder internal dan eksternal lainnya
sehubungan dengan hak dan tanggung jawab, atau sistem dimana perusahaan
diarahkan dan dikendalikan. (Diambil dari Cadbury Komite Inggris). Tujuan dari Corporate
Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah kepada para pemangku
kepentingan.
Berdasarkan SK
Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002, Corporate Governance adalah suatu
proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan pemangku kepentingan (stakeholder)
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
Good Corporate
Governance, yang selanjutnya disebut GCG, adalah suatu tata kelola Bank yang
menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional),
dan kewajaran (fairness) (Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009).
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good
Corporate Governance merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan guna menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan perusahaan
dan masyarakat sekitar.[3]
2.2.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
prinsip
Good Corporate Governance menurut Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Transparansi (transparency)
2.
Akuntabilitas (accountability)
3.
Responsibilitas (responsibility)
4.
Independensi (independency)
5.
Kewajaran dan kesetaraan (fairness)
Prinsip
dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh
perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas
informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan dituntut
untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan dapat
dibandingkan dengan indikator-indikator yang sarna. Dengan kata lain prinsip
transparansi ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian informasi yang dimiliki
perusahaan.[4]
Prinsip
akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan
antara unit-unit pengawasan yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan
dengan adanya dewan komisaris dan direksi independen, dan komite audit.
Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi Agency Problem yang
timbul antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris.
Praktik-praktik yang diharapkan muncul dalam menerapkan akuntabilitas di
antaranya pemberdayaan dewan komisaris untuk melakukan monitoring, evaluasi,
dan pengendalian terhadap manajemen guna memberikan jaminan perlindungan kepada
pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi.
Menurut
KNKG, responsibility mencerminkan kepatuhan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan tanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam
jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Responsibilitas
diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk
mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan kebutuhan
sosial. Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur
mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan. Hal tersebut untuk merealisasikan tujuan yang hendak
dicapai GCG yaitu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan
seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lainnya.
Selanjutnya,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
lain
Fairness menurut KNKG
menggambarkan pelaksanaan kegiatan perusahaan yang harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan azas kewajaran dan kesetaraan . Prinsip kewajaran menekankan pada
adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas
maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya.
Praktik kewajaran juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta
penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting untuk
melindungi kepentingan pemegang saham dari praktik kecurangan (fraud) dan
praktik-praktik insider trading yang dilakukan oleh agen/manajer.
Prinsip kewajaran ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang timbul dari
adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara kedua pihak
tersebut memiliki kepentingan yang berbeda (conflict of interest) .
2.2.3 Good
Corporate Governance dalam Perspektif Islam
Islam mempunyai
konsep yang jauh lebih lengkap dan lebih komprehensif serta akhlaqul karimah
dan ketaqwaan pada Allah SWT yang menjadi tembok kokoh untuk tidak terperosok
pada praktek ilegal dan tidak jujur dalam menerima amanah. Tata kelola perusahaan
yang baik, yang dalam terminologi modern disebut sebagai Good Corporate
Governance berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Aisyah r.a yang artinya “Sesungguhnya Allah menyukai apabila seseorang
melalukan sesuatu pekerjaan dilakukan dengan baik”.
Muqorobin
menyatakan bahwa Good Corporate
Governance dalam Islam harus mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini :[5]
1.
Tauhid
Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajran Islam. Tauhid menjadi
dasar seluruh konsep dan seluruh aktifitas Umat Islam, baik dibidang ekonomi,
politik, sosial maupun budaya[6].
Dalam Alquran disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari
Ekonomi Islam, sebagaimana firman Allah
dalam surat Az Zumar ayat 38 :
ûÍ.s!ur OßgtFø9r'y ô`¨B t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Æä9qà)us9 ª!$# 4
ö@è% OçF÷uätsùr& $¨B tbqããôs? `ÏB Èbrß «!$# ÷bÎ) uÎTy#ur& ª!$# AhÛØÎ/ ö@yd £`èd àM»xÿϱ»x. ÿ¾ÍnÎhàÑ ÷rr& ÎTy#ur& >pyJômtÎ/ ö@yd Æèd àM»s3Å¡ôJãB ¾ÏmÏGuH÷qu 4
ö@è% zÓÉ<ó¡ym ª!$# (
Ïmøn=tã ã@2uqtGt tbqè=Ïj.uqtGßJø9$# ÇÌÑÈ
. Dan sungguh jika kamu bertanya kepada
mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka
menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku
tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan
kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan
kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka
dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku".
kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.
Hakikat tauhid juga berarti penyerahan diri yang bulat kepada
kehendak Ilahi. Baik menyangkut ibadah maupun Muamalah. Sehingga semua
aktivitas ysng dilakukan adalah dalam rangka menciptakan pola kehidupan yang
sesuai kehendak Allah.
Apabila seseorang ingin melakukan bisnis, terlebih dahulu ia harus
mengetahui dengan baik hukum agama yang mengatur perdagangan agar ia tidak
melakukan aktivitas yang haram dan merugikan masyarakat. Dalam bermuamalah yang
harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi
bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan.[7]
2.
Taqwa dan ridha
Prinsip atau
azas taqwa dan ridha menjadi prinsip utama tegaknya sebuah institusi Islam
dalam bentuk apapun azas taqwa kepada Allah dan ridha-Nya. Tata kelola bisnis
dalam Islam juga harus ditegakkan di atas fondasi taqwa kepada Allah dan
ridha-Nya dalam QS at-Taubah: 109.
ô`yJsùr& [¢r& ¼çmuZ»uø^ç/ 4n?tã 3uqø)s? ÆÏB «!$# AbºuqôÊÍur îöyz Pr& ô`¨B }§¢r& ¼çmuZ»uø^ç/ 4n?tã $xÿx© >$ãã_ 9$yd u$pk÷X$$sù ¾ÏmÎ/ Îû Í$tR tL©èygy_ 3
ª!$#ur w Ïöku tPöqs)ø9$# úüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÉÒÈ
Maka Apakah orang-orang
yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya)
itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang
yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan Dia ke dalam neraka
Jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim.
Dalam melakukan
suuatu bisnis hendaklah atas dasar suka sama suka atau sukarela. Tidaklah
dibenarkan bahwa suatu perbuatan muamalah, misalnya perdagangan, dilakukan
dengan pemaksaan ataupun penipuan. Jika hal ini terjadi, dapat membatalkan
perbuatan tersebut. Prinsip ridha ini menunjukkan keikhlasan dan iktikad baik
dari para pihak
3.
Ekuilibrium (keseimbangan dan
keadilan)
Tawazun atau mizan (keseimbangan)
dan al-‘adalah (keadilan) adalah dua buah konsep tentang
ekuilibrium dalam Islam. Tawazun lebih banyak digunakan dalam
menjelaskan fenomena fisik, sekalipun memiliki implikasi sosial, yang kemudian
sering menjadi wilayah al-‘adalah atau keadilan sebagai manifestasi
Tauhid khusunya dalam konteks sosial kemasyarakatan, termasuk keadilan ekonomi
dan bisnis. Allah SWT berfirman dalam QS ar-Rahman ayat 7-9 :
uä!$yJ¡¡9$#ur $ygyèsùu yì|Êurur c#uÏJø9$# ÇÐÈ wr& (#öqtóôÜs? Îû Èb#uÏJø9$# ÇÑÈ (#qßJÏ%r&ur cøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ wur (#rçÅ£øéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia
meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca
itu. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu.
Dalam konteks
keadilan ( sosial ) , para pihak yang melakukan perikatan dituntut untuk
berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang
telah mereka buat, dan memenuhi segala kewajibannya.
4.
Kemashlahatan
Secara
umum , mashlahat diartikan sebagai kebaikan ( kesejahteraan ) dunia dan
akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefenisikannya sebagai segala sesuatu yang
mengandung manfaat, kebaikan dan menghindarkan diri dari mudharat, kerusakan
dan mufsadah. Imam al Ghazali menyimpulkan bahwa mashlahat adalah upaya untuk
mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni :[8]
a)
pemeliharaan agama (hifdzud-din
b)
pemeliharaan jiwa (hifhzun-nafs)
c)
pemeliharaan akal (hifhzul-‘aql
d)
pemeliharaan keturunan (hifhzun-nasl),
e)
pemeliharaan harta benda (hifhzul-maal)
2.2.4 Prinsip Good
Corporate Governance OECD dan KNKG dalam Perspektif Islam
Prinsip Good
Corporate Governance dalam Islam juga sesuai dengan yang dirumuskan oleh
OECD maupun KNKG. Prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh OECD adalah
transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan keadilan. Sedangkan prinsip
yang dirumuskan oleh KNKG adalah transparansi,akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independensi dan keadilan. Penjelasan kelima prinsip tersebut
dijabarkan sebagai berikut : [9]
1.
Transparansi
Keakuratan juga
menjadi prinsip penting dalam pelaksanaan Corporate Governance yang
Islami. Informasi yang akurat dapat diperoleh jika sistem yang ada di
perusahaan dapat menjamin terciptanya keadilan dan kejujuran semua pihak.
Kondisi ini dapat dicapai jika setiap perusahaan menjalankan etika bisnis yang
Islami dan didukung dengan sistem akuntansi yang baik dalam pengungkapan yang
wajar dan transparan atas semua kegiatan bisnis.
2.
Akuntabilitas
Akuntabilitas
tidak hanya terbatas pada pelaporan keuangan yang jujur dan wajar, tetapi yang
lebih mengedapankan esensi hidup manusia yang yaitu merupakan bentuk
pertanggungjawaban manusia kepada Allah sebagai Dzat pemilik seluruh alam
semesta. Konsep Islam yang fundametal meyakini bahwa alam dan seluruh isinya
sepenuhnya milik Allah dan manusia dipercaya untuk mengelola sebaik-baiknya
demi kemaslahatan umat.
3.
Pertanggungjawaban (responsibilitas)
Pertanggungjawaban
keuangan perusahaan juga perlu disampaikan dalam bentuk pengungkapan yang jujur
dan wajar atas kondisi keuangan perusahaan. Sehingga pemegang saham dan
stakeholder dapat mengambil keputusan yang tepat. Pelaporan keuangan yang benar
dan akurat, juga akan mengahasilkan keakuratan dalam pembayaran zakat. Karena
dari setiap keuntungan yang diperoleh muslim dalam kegiatan bisnisnya,
setidaknya ada 2,5% yang menjadi hak kaum fakir miskin. Masalah zakat menjadi
penting dalam perspektif Islam karena merupakan ciri diimplementasikannya Good
Corporate Governance. Pengelolaan perusahaan yang baik tidak hanya
bertujuan untuk memakmurkan manajemen dan pemegang saham, tetapi juga
masyarakat di sekitar perusahaan tersebut khususnya kaum fakir dan miskin.
4.
Independensi
Independensi
terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah yaitu tetap berpegang
teguh pada kebenaran meskipun harus menghadapi risiko, sesuai pada QS
Fushshilat/41: 30 berikut ini.
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qä9$s% $oY/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# wr& (#qèù$srB wur (#qçRtøtrB (#rãϱ÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. crßtãqè? ÇÌÉÈ
.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah"
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu".
Independen
merupakan karakter manusia yang bijak (ulul al-bab) yang dalam al-Quran
disebutkan sebanyak 16 kali, yang diantara karakternya adalah “Mereka yang
mampu menyerap informasi (mendengar perkataan) dan mengambil keputusan
(mengikuti) yang terbaik (sesuai dengan nuraninya tanpa tekanan pihak manapun).”
5.
Keadilan
Prinsip
pencatatan yang jujur, akurat dan adil juga telah diatur dalam Al Quran (2:
282). Al-Quran 2: 283 dan Al Quran 21: 47 juga menekankan bahwa pencatatan atas
transaksi keuangan harus dilakukan dengan baik dan benar. Orang yang
bertanggungjawab atas pencatatan harus dipilih mereka yang jujur dan adil.
Sekali lagi, ini menunjukkan Islam menghendaki diselenggarakannya bisnis secara
adil dan jujur bagi semua pihak .
keunggulan
utama coporate governance dalam perspektif Islam yaitu orientasi utama
pertanggungjawaban manajemen perusahaan adalah Allah sebagai pemilik alam
beserta isinya. Penerapan etika Islam dalam berbisnis yang menjamin perlakuan
jujur, adil terhadap semua pihak juga menjadi acuan utama pengelolaan
perusahaan yang baik. Good Corporate Governance dijalankan tidak hanya
sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen terhadap pemilik modal, tetapi
lebih pada kebutuhan dasar setiap muslim untuk menjalankan syariat Islam secara
utuh dan sempurna. Dengan dasar keyakinan kepada Allah maka Good Corporate
Governance akan memotivasi transaksi bisnis yang jujur, adil dan akuntabel.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
SK Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002, Corporate Governance adalah suatu
proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan pemangku kepentingan (stakeholder)
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Good
Corporate Governance, yang selanjutnya disebut GCG, adalah suatu tata
kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency),
akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility),
profesional (professional), dan kewajaran (fairness) (Peraturan
Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009).
Islam mempunyai
konsep yang jauh lebih lengkap dan lebih komprehensif serta akhlaqul karimah
dan ketaqwaan pada Allah SWT yang menjadi tembok kokoh untuk tidak terperosok
pada praktek ilegal dan tidak jujur dalam menerima amanah. Tata kelola
perusahaan yang baik, yang dalam terminologi modern disebut sebagai Good
Corporate Governance berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Aisyah r.a yang artinya “Sesungguhnya Allah menyukai
apabila seseorang melalukan sesuatu pekerjaan dilakukan dengan baik”.
Good Corporate
Governance dalam Islam harus mengacu pada prinsip-prinsip : tauhid, taqwa dan
ridha, kemaslahatan dan ekuilibrium .Good Corporate Governance dijalankan
tidak hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen terhadap pemilik modal,
tetapi lebih pada kebutuhan dasar setiap muslim untuk menjalankan syariat Islam
secara utuh dan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan Terjemahnya.
Adrian , Sutedi, Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar
Grafika, 2011 .
Arifin, Peran Akuntan dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate
Governance pada Perusahaan di Indonesia Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro : 2005 .
Effendi , Muh . Arief, The Power of Good Corporate
Governance: Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat, 2009.
Masyudi Muqorobin. Fikih Tata
Kelola Organisasi Laba: Sebuah Pengantar Universitas Muhammadiyah :
Purwekerto.2011.
Nuruddin Amiur, Veithzal Rivai, Islamic Business and economic
Ethic , Jakarta : Bumi Aksara, 2012 .
Mardani., Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah.Jakarta:
Kencana. 2012.
Widiyanti , Novi Wulandari., Corporate Governance dalam
Pandangan Islam: Sebuah Konsep Altertantif dalam Penerapan Good Corporate Governance.Universitas
Jember : 2009.
[1] Muh .Effendi
Arief, The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi.
Jakarta: Salemba Empat, 2009.) hlm. 1-2
[2] Sutedi Adrian,
Good Corporate Governance. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2011 ) hlm. 1
[3]
Ibid
[4]
Arifin, Peran
Akuntan dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate Governance pada Perusahaan di
Indonesia ( Semarang: Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro : 2005 )
[5] Muqorobin Masyudi. , Fikih Tata Kelola Organisasi
Laba: Sebuah Pengantar ( Universitas
Muhammadiyah : Purwekerto) hlm.4
[6]
Amiur Nuruddin,
Veithzal Rivai, Islamic Business and economic Ethic ( Jakarta : Bumi
Aksara, 2012 ) Hlm. 52
[7]
Mardani., Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh
Muamalah. (Jakarta: Kencana. 2012)
[8]
Amiur Nuruddin,
Veithzal Rivai, Islamic Business and economic Ethic ( Jakarta : Bumi
Aksara, 2012 ) Hlm. 58
[9] Novi Widiyanti
Wulandari., Corporate Governance dalam Pandangan Islam: Sebuah Konsep
Altertantif dalam Penerapan Good Corporate Governance. (Universitas Jember :
2009) hlm. 104-111.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.