“Indonesia tanah air beta.
Tanah gak punya, air pun beli"
Kata- kata ini sering aku dengar diucapkan oleh sebagian masyarakat.
Miris memang, Setelah 68 tahun Indonesia merdeka tapi kesejahteraan rakyat Indonesia seperti yang
diamanatkan dalam Undang Undang nampaknya masih jauh dari harapan. Sepertinya semakin
susah saja rakyat Indonesia untuk hidup di negerinya sendiri. Jangan kan untuk
punya tanah , untuk makan aja susah, bahkan untuk minumnya juga harus beli. Kemana
ya hak masyarakat Indonesia untuk bisa sejahtera di tanah airnya sendiri?
Negeri ini sesungguhnya adalah surga. Semua potensi dan kekayaan
sumber daya alam ada di negeri ini. Coba bayangkan saat ini Indonesia berada
pada peringkat 6 dalam hal cadangan emas, nomor 5 dalam produksi tembaga,
berada pada urutan 5 dalam produksi bauksit, penghasil timah terbesar di dunia
setelah Cina, produsen nikel terbesar ke dua di dunia. Tambang Grasberg Papua
adalah tambang terbesar di dunia. Kesimpulannya negara ini berada dalam urutan
teratas dalam hal tambang material.
Negara ini juga adalah produsen sumber energi terbesar. Berada pada
urutan nomor 2 eksportir batubara di dunia setelah Australia, eksportir gas
alam bersih LNG terbesar di dunia. Eksportir terbesar gas alam cair setelah
Qatar dan Malaysia.
Dalam hal komoditi perkebunan Indonesia berada pada nomor 1 dalam
produksi CPO, produsen karet terbesar di dunia, berada dalam urutan 3 dalam hal
produksi kakao, merupakan produsen kopi terbesar di dunia bersama Vietnam dan
Brasil.
Namun apa yang terjadi ? bahkan kekayaan sumberdaya alam yang
sebegitu banyaknya malah memiskinkan warganya. Di negerinya sendiri masyarakat
Indonesia malah terasing. Indonesia dengan luas daratan hampir 1.990.250 km2
ini pun tak cukup ramah untuk ditinggali. Ribuan orang terpaksa merantau ke
berbagai penjuru dunia dengan keahlian yang seadanya. Di negeri orang mereka rela jadi
kuli, jadi babu dan pesuruh hanya demi ingin hidup layak dan sejahtera yang tak
bisa mereka dapatkan di negeri asalnya. Namun tak jarang impian mereka hidup senang
di negeri orang tak berjalan sesuai harapan. Kita tentu sering mendapat kabar
bahwa mereka para pahlawan penyumbang devisa negara harus gugur meregang nyawa
karena diperkosa,di setrika, dan berbagai bentuk penyiksaan dan kekejian
lainnya. Sungguh realita yang sangat menyesakkan.
Dahulu, Ketika kita belajar di tingkat SD- SMA , kita tentu sering
mendengar bunyi undang pasal 33 UUD
1945 yang menyebutkan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Pasal ini merupakan salah satu prinsip mendasar bagaimana seharusnya sumberdaya
perekonomian kita dikelola.
Faktanya, yang manakah yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat ? Hampir semua potensi kekayaan alam
strategis dikuasai oleh pihak asing. Coba lihat dan temukan bendera kita
diantara deretan bendera negara – negara penguasa sumber daya alam strategis pada
gambar dibawah ini
Tragisnya, di sektor minyak dan gas. Porsi operator migas nasional
hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah
melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM baru akan menetapkan target
porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada tahun 2025. Apa
gak salah dengar ? tahun 2025 ?, itu pun hanya sekitar 50%. Lantas kapan kita
bisa menetapkan porsi nya sampai 100% ? tahun cicak mungkin yah,...
Dominasi asing juga semakin kuat pada sektor-sektor strategis
lainnya, seperti keuangan, telekomunikasi, serta perkebunan.
Menurut (Kompas.com) Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai
50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun
dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan
porsi kepemilikan asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru
mencapai 47,02 persen.
Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu,
sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada
pada 47 bank dengan porsi bervariasi.
Tak hanya perbankan, asuransi juga didominasi asing. Dari 45
perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya
yang murni milik Indonesia. Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang
ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi
perolehan premi, lima besarnya adalah perusahaan asing.
Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal,
memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80
persen saham perusahaan asuransi.
Pasar modal juga demikian. Total kepemilikan investor asing 60-70
persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa
efek.
Pada badan usaha milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN
yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen.
Pada bidang telekomunikasi juga demikian. Telkomsel sahamnya 35%
dikuasai SingTel dari Singapura, Indosat dikuasai sebagian oleh Qatar Telecom
atau Ooredoo dan Hutchison . Tri Indonesia sebagian dikuasai oleh Hutchison dari
Hong Kong. Axis sahamnya dikuasai oleh Saudi Telecom Company (STC) dari Arab
Saudi dan Maxis dari Malaysia. XL sahamnya dikuasai oleh Axiata dari Malaysia.
Wah wah wah.., nampaknya pihak asing sangat berkuasa di negeri ini.
Tak hanya sampai di situ, di sektor perkebunan juga demikian. Aku
jadi teringat perkataan dosenku dalam pertemuan di perkuliahan beberapa bulan
lalu. Ia mengatakan bahwa mungkin nantinya kita sebagai warga Indonesia akan
tergusur dari tanah kita sendiri. Hal ini dikarenakan pembukaan lahan besar
besaran oleh pihak asing untuk dijadikan lahan perkebunan di Indonesia. Kalau
kalian pernah menyaksikan televisi beberapa bulan yang lalu, tentang banyaknya
kabut asap yang diakibatkan kebakaran hutan di daerah Riau dan Jambi. Nah
setelah di selidiki ternyata banyak perusahaan perkebunan milik asing yang
memang bermain untuk menjadikannya lahan perkebunan kelapa sawit.Tak tanggung
tanggung, hutan yang dibakar itu jumlahnya ribuan hektar loh. Pantas saja
asapnya segitu banyaknya kan?
Luas perkebunan kelapa sawit milik asing yang berhasil saya
dapatkan adalah, 167.908 hektar milik Guthrie Bhd ( Malaysia) . Wilmar
International Group ( Singapura) 85.000 hektar. Hindool cargiil (AS) 63.455
hektar. Kuala Lumpur Kepong Bhd ( Malaysia) SIPEF Group (Belgia) 30.952 hektar.
Golden Hope Group ( Malaysia) 12.810 hektar. Ini hanya sebagian kecil dari data
yang saya dapatkan. Belum lagi perkebunan-perkebunan lainnya yang juga banyak pihak
asing yang bermain seperti Lonsum yang tak saya dapatkan datanya.
"Kalau sudah begini, sudahkan kita merdeka seutuhnya? Sedangkan hampir di segala aspek bisa dikatakan kita masih dijajah. Semua yang kita milki dikelola oleh pihak asing dan hasilnya mereka bawa kenegaranya masing masing. Tak jauh beda dengan dahulu kan ? Hanya caranya saja yang sedikit halus dengan menyelipkan kata kata diplomasi dan investasi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.