UU MIGAS NO. 22 TAHUN 2001 PERLU DITINJAU KEMBALI


                      


Lahirnya UU Migas No. 22 tahun 2001 menggantikan UU No. 8 tahun 1971  dinilai sebagai biang kerok yang mengakibatkan produksi minyak dan gas Indonesia terus mengalami penurunan. Hal ini diungkapkan oleh Syarifuddin selaku pembicara dari Serikat Pekerja Pertamina dalam acara diskusi kebangsaan “Migas Untuk Kesejahteraan Rakyat” yang digelar oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Sumatera Utara di Hotel Madani, Medan (12/10)
Menurut Syarifuddin sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 2001,  maka otomatis Pertamina tidak lagi memegang kekuasaan Pertambangan. “Konsekuensi UU ini adalah perubahan bentuk Pertamina menjadi Persero. Pertamina bukan lagi sebagai perusahaan pengelola dan pemegang kekuasaan pertambangan. Dalam kegiatan hulu (eksplorasi) dan hilir (pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga)  Pertamina akan diberlakukan sama seperti perusahaan-perusahaan lainnya. Selain itu, UU ini juga memberikan kebebasan bagi badan usaha swasta, baik domestik maupun asing untuk dapat bergerak dan bermain di sektor hulu dan hilir migas”. Ungkapnya.
Lebih lanjut Syarifuddin juga memaparkan dampak buruk UU ini, pihak asing pun berduyun duyun untuk berinvestasi dan menguasai pengelolaan migas yang merupakan sumber energi penting bagi bangsa ini. “Nah kalau sudah dikuasai asing, maka hampir 70% dibawa mereka dan sisanya diberikan kepada Indonesia.” Pungkasnya. Sembari menjelaskan ia juga menampilkan slide tentang peta penguasaan asing terhadap migas Indonesia di hadapan para peserta  yang terdiri dari alinasi BEM se-kota Medan, organisasi intra-ekstra IAIN  dan para tamu undangan lainnya.
Hal senada juga diutarakan Suminarto pembicara yang juga berprofesi sebagai dosen sekaligus pakar perminyakan ITM. “Seyogyanya migas itu harus dikuasai nasional. Dukungan pemerintah dari segi pendanaan harusnya juga lebih ditingkatkan. Pihak asing yang ada di Indonesia ini kebanyakan mengutang dari bank dunia, kalau mereka saja bisa mengutang untuk bisa berproduksi lantas kenapa kita tidak, kondisi perbankan kita saat ini juga cukup sehat”. Jelasnya.
Pihak Pertamina yang diwakili oleh Fitri Erika juga menjelaskan tentang kondisi Pertamina saat ini. “Dulunya Pertamina adalah wasit ( regulator ). Nah, saat ini Pertamina setara dengan pemain-pemain lainnya. Karena UU No. 22 tahun 2001 tadi dan mudahnya peraturan, maka siapa saja bisa berjualan Migas di Indonesia, termasuk juga perusahaannya Upin dan Ipin. Nah, karena kita juga diserang, maka Pertamina juga tak tinggal diam. Saat ini Pertamina juga ekspansi hampir ke 24 negara di dunia seperti Brazil,Vietnam, Irak, Australia dan Malayisa” Jelasnya.
Diskusi yang berlangsung hampir dua jam itu pun sangat antusias diikuti para peserta. Hal ini terlihat dari suara riuh dan banyaknya pertanyaan yang diutarakan oleh para peserta. “Bagaimana cara mengambil kembali blog migas yang sudah terlanjur dikuasai asing?” Ucap Rahmad; salah satu penanya dari IAIN Sumatera Utara.
Pertanyaan ini pun dijawab oleh Syarifuddin, “Usaha yang dapat kita lakukan adalah dengan mencoba yudisial review atas UU No. 22 tahun 2001. Karena, di sinilah akar permasalahannya dan dengan tidak melanjutkan kontrak terhadap perusahaan-perusahaan asing yang sudah terlanjur berada di sini”. Jawabnya.
Acara ini pun berakhir pada pukul 17.00 WIB. Di akhir acara para pemateri memberikan closing statement-nya, salah satunya dari Dinas Pertambangan dan Energi yang diwakili oleh Siska Novita, “Kami menampung aspirasi dari teman-teman mahasiswa sekalian. Jika memang UU No. 22 Tahun 2001 tidak sesuai maka kami akan membawanya dan mengkomunikasikannya ke pusat” Tutupnya.
Reporter          : Susanto



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.

Pages