Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang masih mencurahkan
rahmat dan karunianya. Sholawat dan salam mari kita sampaikan kepada
Rasulullah, Allahumma Sholi ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad.
Jadi, ceritanya kali ini aku mau menuliskan sedikit rangkuman dari
pengajian di Al Ittihad yang ke 279 bertepatan pada malam Minggu, 3 Januari
2015. Sangat sayang kalau ilmu yang kuperoleh hanya untuk ku saja, aku ingin
sedikit berbagi walaupun mungkin penyampaian ku tak sebaik tuan guru di
pengajian itu. Tapi semoga yang sedikit ini membawa berkah, bermanfaat untuk ku
dan bisa bermanfaat untuk kita. Setidaknya aku sudah berusaha untuk menyampaikan
anjuran Rasul “ Ballighu ‘anni walau Ayah”.
Malam itu, pengajian di isi oleh Ust. Ardiansyah pengurus MUI
Sumatera Utara yang juga merupakan dosen ku di Fakultas Syariah dulu. Dalam
penyampaiannya, beliau mengangkat tema
tentang Maulid Rasul. Sebelum penyampaian lebih lanjut, beliau sangat
menyayangkan kondisi yang terjadi pada masyarakat kita belakangan, apalagi
terkait dengan maulid Nabi. Banyak yang tak ingat dan mengira kalau hari libur
pada hari Sabtu, 3 Januari ini merupakan rentetan dari rentetan libur Natal dan
Tahun baru. Tak banyak yang ingat dan tau kalau hari sabtu 3 Januari merupakan
hari kelahiran sosok manusia mulia di muka bumi ini.
Beliau melanjutkan bahwa hal ini diperkuat lagi dengan kondisi
media kita yang sangat sedikit bahkan nyaris hampir tak terdengar ucapan selamat
atas perayaan Maulid Nabi, sangat kontras dengan kondisi yang terjadi pada
tanggal 25 sampai tanggal 1 dimana keriuhan hampir melanda semua media dengan mengucapkan
selamat hari Natal dan selamat tahun baru dengan berbagai pernak-pernik mewah. Bahkan
mirisnya, kita yang beragama Islam dijejali suguhan-suguhan pendapat dengan
mengatasnamakan toleransi untuk mengucapkan dan merayakan itu. Hal ini di
perkuat lagi oleh adanya kalangan Islam toleran yang bergelar profesor, dan
para cendikiawan muslim dengan ikut-ikutan memfatwakan bolehnya mengucapkan
selamat hari natal dan tahun baru. Dalam hal ini, Ustadz Ardiansyah langsung menyebutkan nama Prof. Quraish Shihab, dan
beliau tidak simpatik dan tidak sefaham dengan tindakannya.Ust. Ardiansyah
menganjurkan umat Islam agar tidak bermain-main dalam urusan akidahnya.
Ikutilah fatwa dari Majelis Ulama yang tetap mengharamkan pengucapan selamat
natal dan tahun baru, jauh sebelum hari ini, Buya Hamka telah yang menjadi pemimpin
MUI di tahun 1980-an juga sudah memfatwakan hal yang sama.
Maka, agak terlihat wajar ketika ada sebagian dari umat Islam yang
termakan dengan fatwa dari para golongan Islam toleran yang memang menggaungkan
itu. Di tambah lagi dengan hadirnya pemilik media besar yang notabene non muslim ,di tengah hingar bingar Natal dan
tahun baru, adakah mereka juga mengucapkan/ memberikan selamat Maulid Nabi kepada
umat Islam pada hari Sabtu, 3 Januari kemarin?
Mengapa para Islam toleran yang sering bersuara ketika perayaan Natal
dan tahun baru tidak juga ikut bersuara pada 3 Januari ini?
Selanjutnya, Ust. Ardiansyah juga kecewa dengan para pemimpin kita,
apakah telah lupa kalau hari Sabtu 3 Januari adalah hari perayaan Maulid? Tentu,
kita sangat ingat betapa mudahnya pak presiden melangkahkan kakinya dan sangat
berantusias untuk menghadiri dan merayakan Natal sampai jauh-jauh terbang ke Papua (Bahkan di
Istana negara Pak Presiden membuat perayaannya dengan hiasan pernak-pernik
pohon natal yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh presiden Indonesia
terdahulu) Namun adakah beliau juga turut bergembira merayakan maulid atau
sekedar mengucapkan Maulid kepada umat Islam pada? Wallahu ‘alam.
Kondisi masayarakat kita saat ini juga mulai kehilangan teladan,
banyak kisah dan hikmah tentang Rasul yang dulu sering diperdengarkan/diajarkan
ketika masa sekolah dulu sudah mulai jarang terlihat lagi di hari ini. Yang
terjadi adalah anak-anak sekarang dicekoki berbagai tanyangan dan hiburan dari
berabagai medai yang kesemuanya itu menjauhkan dari sosok Rasulullah Muhammad Sholallahu
‘alaihi Wasallam idola dan teladan sesungguhnya. Pada masa sekarang kita sangat
jarang menemukan statsiun TV yang memperdengarakan dan mengisahkan tentang
Rasul, padahal beliau adalah sosok mulia yang mesti dijadikan idola dan diikuti
jejaknya. Bahkan menurut Ust. Ardiansyah, di TV berlabel MNC Muslim sekalipun, sangat
sedikit membahas tentang hal ini, yang banyak dibahas adalah masalah fiqih
kontemporer yang mungkin sengaja digaungkan untuk melemahkan umat, pesanan para
pemilik nya.
Ust. Ardiasnyah menjelaskan kalau kita jangan pernah berharap kalau
para orang kafir akan ridho dengan agama kita, karena hal ini telah ditegaskan
Allah dalam Alquran :
“Orang –orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk dai Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya). Dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS Al-Baqarah (2):120)
Sebagai umat Islam kita boleh bertoleransi dan hidup dengan
orang-orang kafir, tapi sepanjang tidak berurusan dengan akidah semiasal
kegiatan bermuamalah. Tetapi jika berhubungan dengan akidah maka Umat Islam
harus tegas dan menyatakan tidak ada kata kompromi walaupun kepada orang tua sekalipun. Nyatakanlah
“lakum dinukum waliyadin” Seperti yang dicontohkan oleh rasul ketika beliau
didatangi para bangsawan Quraisy yang menawarkan kerjasama untuk bertukar
akidah selama beberapa hari. Para bangsawan Quraisy menawarkan Rasul untuk
beberapa hari menyembah Tuhan mereka, sebagai imbal hasilnya nanti mereka juga
akan menyembah Alllah secara bergantian. Hingga akhirnya turunlah Surat Al- Kafirun
yang mengajarkan kita cara bertoleransi sebenarnya. Dengan lantang dan tegas Rasul
akhirnya menolak permintaan para kaum kafir. Beginilah seharusnya sikap kita
terhadap kehidupan berbagasa dan benergara dengan para saudara-saudara non
muslim. Tidak ada toleransi dalam akidah. Toleransi kita adalah dengan
membirakan mereka beribadah, tetapi dengan tidak menjadikan kita untuk
ikut-ikutan merayakan hari besar mereka seperti yang banyak terjadi pada umat
Islam hari ini. Di suruh bertoleransi dengan mengucarpkan sealamat natal dan
tahun baru, kemudian di beberapa pusat perbelanjaan para karyawan yang beragama
Islam di suruh mengenakan pakaian dan atribut Natal. Hal ini sudah mencederai
makna toleransi yang sesungguhnya, kita wajib prihatin dan khawatir dengan
kondisi ini. Ust. Ardiansyah menceritakan selama kunjungannya bebebrapa hari di
Penang, Malaysia yang para bos di sana banyak dari kalangan Non Muslim China, bedanya
disana dengan di Indonesia, bahkan mereka memberikan surat edaran untuk melarang
para karyawan Muslim ikut mengenakan atribut natal dan tahun baru, nah di negara kita? Semoga ini adalah kondisi
terakhir umat Islam melempem seperti ini.
Kembali ke pembahasan Maulid
nabi, lantas dimasa sekarang bagaimana cara kita mencintai Rasul? Beliau
menjelaskan agar kita memperbanyak sholawat karena hal ini merupakan perintah
yang Allah sendiri menganjurkannya dalam Alquran. Bahkan di hadist-hadist
begitu banyak dijelaskan faedah dan manfaat dan anjuran untuk bersholawat
kepada nabi Muhammad. Hal selanjutnya yang bisa kita lakukan adalah
menghidupkan sunnah nabi dalam berbagai aktifitas kehidupan, baik di rumah
tangga ataupun di masyarakat. Lihat betapa pedulinnya rasul terhadap istri,
anak-anaknya,cucu, peduli kepada Tarbiyah dan sangat peduli dan memikirkan
kondisi umatnya, bahkan hingga di akhir hayatnya, beliau masih menyebut kita dan
mengkhawatirkan kondisi kita sebagai umatnya, nah bagaimana dengan kita?
Sebagaimana kita ketahui bersama, misi Rasul di utus ke muka bumi
adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Untuk itu, mari kita hidupkan
sunnah-sunnah Rasul, jadilah pengemban amanah untuk meneruskan dan menyampaikan
misi dari Rasul kita, mari kita tebarkan dan gaungkan pesona dan pribadi mulia Rasul
kepada anak-anak dan keluarga kita.
Tak akan habis rasanya jika kita membicarakan kemuliaan, keangungan
dan keteladanan dari sosok rasulullah, Hingga Ibnu Khaldun seorang ulama dan
pemikir Muslim asal Tunisia mengatakan hal ini
“Sebanyak apapun tinta untuk menuliskan kisah dan keteladanan rasul, maka akan lebih banyak tinta yang tercurah untuk mengisahkannya”
*Semoga yang sedikit ini
bermanfaat, mohon maaf jika ada penyampaian yang salah dan tidak sebaik
penyampaian tuan guru kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.