BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia seperti
saat sekarang ini, banyak manusia yang tergesa-gesa dalam melakukan aktivitas sehingga
seringkali manusia menjatuhkan barang mereka tanpa disadari. Ada juga kasus
tentang ditemukannya beberapa hewan peliharaan yang terlepas dan tersesat di
suatu tempat. Nah hal seperti ini mungkin pernah kita alami. Kemudian jika barang
yang hilang tersebut ditemukan oleh seseorang. Apakah Orang tersebut boleh
mengambil barang tersebut ? kemudian apakah hukumnya bagi penemu tersebut jika
mengambil barang temuan tersebut dan memanfaatkannya?
Untuk menjawab berbagai aspek
tentang luqathah dan permasalahanya,
penulis mencoba untuk menyusun makalah ini. Diharapkan dengan adanya
makalah ini dapat memberikan khazanah keilmuan kita bersama.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, dapat ditarik rumusan masalah bahwa:
a. Apakah Luqathah
itu?
b. Apa hukum mengambil luqathah?
c. Apa saja rukun-rukun Luqathah ?
d. Apa yang harus dilakukan orang
yang menemukan luqathah ?
1.3 Manfaat
Yang Diperoleh
a. Mengetahui pengertian luqathah
b. Mengetahui hukum luqathah
c. Mengetahui rukun-rukun luqataah
d. Mengetahui tindakan yang harus
dilakukan jika menemukan luqathah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Luqathah
Menurut Wahbah Zuhaili Ulama
terkenal madzhab Syafii asal Syiria dalam kitabnya Fiqhul Islam wa adillatuhu
menyebutkan bahwa Luqathah adalah:
“Sesuatu yang dikutip berupa
manusia, atau harta atau hewan”
Luqathah ialah harta yang hilang
dari tangan pemilikinya, yang kemudian ditemukan orang lain. Luqathah adalah
menemukan barang yang hilang karena jatuh, terlupa, dan sebagainya.[2]
Kebanyakan kata Luqathah dipakai untuk barang temuan selain hewan. Adapun untuk
hewan sering disebut dhallah.
Secara lugas dalam hadis
diterangkan bahwa barang temuan adalah milik seseorang yang terpisah dari orang
tersebut.[3]
Barang temuan dalam bahasa Arab (Bahasa Fuqaha) disebut al-Luqathah, menurut
bahasa (etimologi) artinya ialah sesuatu yang ditemukan atau didapat.
Sedangkan menurut istilah (
Terminologi ) yang dimaksud dengan al-Luqathah sebagaimana yang dita’rifkan
oleh para ulama sebagai berikut:[4]
a. Muhamad al-Syarbini al-Khatib
berpendapat bahwa al-Luqathah ialah: “Sesuatu yang ditemukan atas dasar hak
yang mulia, tidak terjaga dan yang menemukan tidak mengetahui mustahiqnya”.
b. Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Syaikh
Umairah berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan al-Luqathah ialah: “Sesuatu
dari harta atau sesuatu yang secara khusus semerbak ditemukan di daerah harby,
tidak terpelihara dan tidak dilarang karena kekuatannya, yang menemukan tidak
mengetahui pemilik barang tersebut”.
c. Al-Imam Taqiy al-Din Abii Bakr Muhammad
al-Husaini bahwa al-Luqathah menurut syara’ ialah:
Pengambilan harta yang mulia sebab
tersia-siakan untuk dipeliharanya atau dimilikinya setelah diumumkan” .
2.2 Rukun Luqathah
Rukun-rukun dalam Luqathah ada
tiga yakni :[5]
1) memungut luqathah ( Iltiqath)
2) Benda-benda atau barang-barang
yang ditemukan ( Multaqath )
3) Penemu ( Multaqith )
2.3 Hukum Pengambilan Barang Temuan
syekh Imam dzahid al Muwafiq Abu
Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf Alfairaozi dalam kitab Muhadzab tertulis bahwa
diriwayatkan oleh Mudzanni bahwasannya ia tidak suka untuk membiarkan barang
temuan, namun di dalam al Umm dijelaskan bahwa tidak boleh meninggalkan barang
temuan itu.
Hukum pengambilan barang temuan
dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya,
hukum pengmbilan barang temuan antara lain sebagai berikut: [7]
a. Wajib, yakni wajib mengambil
barang temuan bagi penemunya, apabila orang tersebut percaya kepada dirinya
bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya dan
terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia
atau diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Menurut suatu
pendapat , hukum memungut luqathah wajib, jika luqathah ditemukan ditempat yang
tidak aman. Hal ini sesuai dengan firman Allah “ Orang- Orang yang beriman,
laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang
lain” ( Q.S at Taubah : 71 ) Sebab, sebagian kaum mukminin wajib menjaga
kekayaan sebagian kaum mukminin lainnya.
b. Sunnat, sunnat mengambil barang
temuan bagi penemunya, apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia
mampu mengurus benda-benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya tetapi bila
tidak diambilpun barang –barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia.
c. Makruh, Imam Malik dan kelompok
Hanabilah juga sepakat bahwa memungut barang temuan itu hukumnya makruh,
alasannya adalah karena seseorang tidak boleh mengambil harta saudaranya serta
dikhawatirkan orang yang mengambil itu bersifat lalai menjaga atau memberitahukannya.[8]
d. Haram, bagi orang yang menemukan
suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit
tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara barang
tersebut.
Hukum memungut luqathah juga haram jika berada
dikawasan tanah haram ( Mekah ) Apabila seseorang memungut luqathah dengan
berniat memilikinya, dia harus mengganti karena dia telah bertindak lalai. Hal
ini sesuai dengan hadist ,” Barang yang jatuh di Tanah Haram Mekah tidak halal
kecuali bagi orang yang hendak mengumumkannya ( H.R Bukhari dan Muslim )
e. Jaiz atau Mubah, Jika luqathah
ditemukan dibumi tak bertuan atau dijalan yang tidak dimiliki seseorang atau di
selain tanah haram Mekkah. Didalam kasus semacam ini, seseorang diperkenankan
memilih antara memungut luqathah untuk dijaga dan dimiliknya setelah luqathah
diumumkan, atau membiarkannya. Namun lebih diutamakan memungut luqathah jika
dia percaya mampu menangani berbagai persoalan yang berkenaan dengan luqathah.[9]
2.4 Macam-Macam BendaTemuan
Terdapat macam-macam benda yang
dapat ditemukan oleh manusia, macam-macam benda temuan itu adalah sebagai
berikut:[10]
a. Benda-benda tahan lama, yaitu
benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yang lama seperti emas, perak, dan jenis barang
berharga dan kekayaan lainnya. Barang semacam ini wajib diumumkan dengan
menerangkan enam macam perkara, wadah, tutup, tali pengaman, jenis barang,
jumlah dan berat barang, serta dia harus menaruhnya di tempat penyimpanan yang
layak. Sewaktu memberitahukannya nanti hendaklah sebagian dari sifat-sifat itu
diterangkan dan jangan semuanya agar tidak tidak terambil orang-orang yang
tidak berhak.
Sabda Nabi Muhammad SAW :
عن زَيدِبن خَالدٍ أَنَّ النبيّ صلى الله عله
عليه وسلم سُئل عن لُقَطَة الذَّهب أوالورق فَقَال اعرف عفاصهاَ وَوِكَاءَهَا ثُمَ
عَرِّفْهَا سَنَةً فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا فَاَدّهَاإِلَيهِ والا
فَشَاءْنُكَ بهَا
“ Dari Zaid bin Khalid,
sesungghnya Nabi SAW, ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak.
Beliau menjawab : hendaklah engkau ketahui tempat ikatnya, kemudian hendaklah
engkau beritahukan selama satu tahun.
Jika pemiliknya datang, hendaklah engkau berikan kepadanya, jika ia tidak datang
setelah satu tahun, maka terserah kepadamu.” (HR. Bukhari Muslim)
b. Benda-benda yang tidak bertahan
lama dan tidak dapat diawetkan, seperti makanan sejenis kurma basah yang tidak
dapat dikeringkan, sayuran, berbagai jenis makanan siap saji,buah-buahan dan
sebagainya. Penemu diperkenenkan memilih antara mempergunakan barang itu, asal
dia sanggup menggantinya apabila bertemu dengan yang punya barang ; atau ia
jual , uangnya hendaklah di simpan agar kelak dapat diberikan kepada pemiliknya
bila bertemu.
c. Benda-benda yang tidak tahan lama,
kecuali melalui proses penanganan tertentu. Seperti susu apabila dibuat keju.
Yang mengambil hendaklah memperhatikan yang lebih berfaedah bagi pemiliknya (
dijual ataukah dibuat keju )
d. Benda-benda yang memerlukan perbelanjaan,
seperti binatang ternak. Luqathah jenis ini terdiri dari dua macam :
( 1 ) binatang yang kuat ; berarti
dapat menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang buas, misalnya unta,
kerbau, atau kuda. Binatang seperti lebih baik dibiarkan saja. Dan jangan
diambil. Sabda Rasulullah SAW.
عن زيدبن خَالِدٍ وَسَألَ صلى الله عليه وسلم عَنْ ضَالَّةِ الإبِلِ فَقَالَ مَالَكَ وَلَهَا دَعهَا
Dari Zaid bin Khalid, “ Seseorang
telah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang keadaan unta yang tersesat.
Rasulullah Saw menjawab, “ Biarkan sajalah, tak usah engkau pedulikan.” (
Riwayat Bukhari dan Muslim )
( 2 ) Binatang yang lemah, tidak
kuat menjaga dirinya terhadap bahaya binatang yang buas. Bintang seperti ini
hendaklah diambil. Sesudah diambil diharuskan melakukan salah satu dari tiga
cara : Pertama disembelih, lalu dimakan, dengan syarat sanggup membayar
harganya apabila bertemu dengan pemiliknya”. Kedua Dijual dan uangnya
disimpan agar dapat diberikannya kepada pemiliknya . Ketiga Dipelihara
dan diberi makan dengan maksud menolong semata – mata.
Sabda Raulullah SAW.
عن زيدبن خَالِدٍ وَسَألَ صلى الله عليه وسلم عَنِ الشَّاةِ فَقَالَ صلى الله عليه وسلم خُذْ هَا فَإنَّمَا هِيَ لَكَ أو لأخِيكَ أولِذِّئْبِ
Dari Zaid bin Khalid, “ Seseorang telah
bertanya kepada Rasulullah Saw. Tentang keadaan kambing yang sesat.Beliau
menjawab, Ambillah olehmu kambing itu, karena sesungguhnya kambing itu untukmu,
kepunyaan saudaramu, atau tersia sia termakan srigala.( Riwayat Bukhari dan
Muslim )
2.5 Kewajiban Orang Yang Menemukan Barang
Temuan
Orang yang menemukan barang temuan
wajib mengenal ciri-cirinya dan jumlahnya kemudian mempersaksikan kepada orang
yang adil, lalu ia menjaganya dan mengumumkan kepada khalayak selama setahun.
Jika pemiliknya mengumumkan di berbagai media beserta ciri-cirinya, maka pihak
penemu (harus) mengembalikannya kepada pemiliknya, meski sudah lewat setahun.
Jika tidak, maka boleh dimanfa’atkan oleh penemu.
Sesuai dengan hadist yang
diriwayatkan al Bukhari dari Ubay bi Ka’ab, Dia berkata Saya pernah
menemukan sebuah kantong berisi (uang) seratus Dinar, kemudian saya datang
kepada Nabi saw (menyampaikan penemuan ini), kemudian Beliau bersabda, “Umumkan
selama setahun”. Lalu saya umumkan ia, ternyata saya tidak mendapati orang yang
mengenal kantong ini. Kemudian saya datang (lagi) kepada Beliau, lalu Beliau
bersabda, “Umumkanlah ia selama setahun”. Kemudian saya umumkan ia selama
setahun, namun saya tidak menjumpai (pemiliknya). Kemudian saya datang (lagi)
kepada Beliau untuk ketiga kalinya, lantas Beliau bersabda, “Jaga dan simpanlah
isinya, jumlahnya, dan talinya. Jika suatu saat pemiliknya datang
(menanyakannya), (maka serahkanlah). Jika tidak, boleh kau manfaatkan.’’[11]
Adanya ketentuan waktu satu tahun
itu dalam riwayat diatas mengandung ajaran moral yang tinggi. Didalamnya
terselip ketentuan bahwa Islam tidak membenarkan adanya pengambilan harta orang
lain, dan karena Islam mengajarkan bahwa bila seseorang menemukan sesuatu yang
bukan haknya maka ia dituntut supaya bersungguh-sungguh mencari siapa pemilik barang temuan itu. Istilah
satu tahun bisa diartikan akan keseriusan Islam mendidik umatnya supaya tidak
terburu-buru mengambil sesuatu untuk dijadikan miliknya kalau hal itu tidak
diperoleh melalui usahanya sendiri secara halal.
Dari ‘Iyadh bin Hammar R.a bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mendapatkan barang temuan, maka
hendaklah persaksikan kepada seorang atau dua orang yang adil, kemudian
janganlah ia mengubahnya dan jangan (pula) menyembunyikan(nya). Jika pemiliknya
datang (kepadanya), maka dialah yang lebih berhak memilikinya. Jika tidak, maka
barang temuan itu adalah harta Allah yang Dia berikannya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.”[12]
Jika pemungut berkata,” Siapa yang
kehilangan barang berharga ( emas atau perak ) maka sebutkanlah sebagian
sifat-sifat kantong dan sejenisnya. Jangan menyebutkan secara keseluruhan.
Tujuannya supaya hal tersebut tidak dijadikan sandaran oleh pihak yang
berdusta. Jika dia menyebutkan secara menyeluruh dikhawatirkan akan menderita
kerugian. Pemungut diwajibkan menyimpan luqathah di tempat penyimpanan yang
sepadan dengan jenis luqathah tersebut karena luqathah adalah amanah, seperti
amanah amanah lainnya.
Pengumuman luqathah dilakukan
dipasar, pintu masuk masjid, dan tempat lainnya seperti tempat perkumpulan,
pertemuan, keramaiaan pasar selama satu tahun, sesuai dengan hadist Zaid al
Zuhani yang telah disampaikan. Sebab tempat semacam itu lebih memudahkan untuk
menemukan pemilknya. Menyampaikan pengumuman didalam masjid hukumnya makruh,
kecuali Masjidil Haram, karena mempertimbangkan ketentuan umum yang berlaku,
dan karena Masjidil Haram tempat berkumpulnya banyak orang, sama seperti masjid
nabawi dan Masjid Aqsha.
Pengumuman wajib disampaikan
secara berkala ditempat luqathah ditemukan, karena pencarian barang di tempat
kehilangan barang lebih banyak dilakukan.
Pengumuman dilakukan dengan
mempertimbangkan adat dari segi masa, tempat dan kadarnya. Pertama kali
luqathah diumumkan setiap hari sebanyak dua kali pagi dan sore hari, kemudian
diumumkan sekali dalam setiap hari, lalu seminggu satu atau dua kali. Setelah
itu, kira- kira sekali dalam sebulan untuk memastikan bahwa pengumuman itu
masih dalam satu paket, sekiranya tidak dilupakan bahwa pengumuman itu
merupakan pengulangan pengumuman yang telah lewat.[13]
Ketentuan dalam hadis memberikan arahan
kepada penemu barang/ sesuatu yang bukan miliknya untuk melakukan hal berikut: [14]
a. Ketika menemukan sesuatu yanng
bukan milik sendiri, maka penemu, untuk sementara wajib memelihara dan
menyimpannya, sampai batas waktu tertentu atau sampai pemiliknya datang untuk
mengambilnya.
b. Penemu wajib memberitahukan atau
mengumumkan bahwa ada barang yang ditemukannya. Caranya: yang pertama adalah
mengenali atau mengamati tanda-tanda yang membedakan dengan barang lain dan
mengamati jenis dan ukurannya. Setelah itu, dengan mengumumkan kemasan (tempat)
dan pengikatnya. Dengan hanya memberi tahu kemasan atau tempatnya saja, orang
yang mengaku pemilik dapat dimintai keterangannya mengenai barangnya yang
hilang. Hal ini mungkin untuk menjaga jatuhnya barang tersebut kepada yang
bukan pemiliknya.
c. Apabila pemiliknya datang dan ia
dapat menyebutkan tanda atau ciri-ciri barang tersebut dengan pas dan sesuai
dengan yang ditemukan, maka penemu harus menyerahkannya kepada orang tersebut.
d. Jika pemiliknya tidak datang juga,
waktu maksimal untuk mengumumkannya selama satu tahun. Setelah satu tahun tidak
ada yang mengaku sebagai pemilik, maka penemu dapat memanfaatkannya untuk
dirinya atau orang lain.
2.6 Dhallah Berupa Kambing dan Unta
Barangsiapa mendapatkan dhallah
(barang temuan) berupa kambing, maka hendaklah diamankan dan diumumkan,
manakala diketahui pemiliknya maka hendaklah diserahkan kambing termaksud
kepadanya. Jika tidak, maka ambillah ia sebagai miliknya. Dan, siapa saja yang
menemukan dhallah berupa unta, maka tidak halal baginya untuk mengambilnya,
karena tidak dikhawatirkannya (tersesat).
حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ يَزِيدَ مَوْلَى الْمُنْبَعِثِ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ
الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ اللُّقَطَةِ فَقَالَ اعْرِفْ عِفَاصَهَا
وَوِكَاءَهَا ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا وَإِلَّا
فَشَأْنَكَ بِهَا قَالَ فَضَالَّةُ الْغَنَمِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ لَكَ
أَوْ لِأَخِيكَ أَوْ لِلذِّئْبِ قَالَ فَضَالَّةُ الْإِبِلِ قَالَ مَا لَكَ
وَلَهَا مَعَهَا سِقَاؤُهَا وَحِذَاؤُهَا تَرِدُ الْمَاءَ وَتَأْكُلُ الشَّجَرَ
حَتَّى يَلْقَاهَا رَبُّهَا[15]
Telah menceritakan kepadaku Malik
dari Rabi'ah bin Abu Abdurrahman dari Yazid budak Al Munba'its, dari Zaid bin
Khalid AL Juhani ia berkata; "Seorang laki-laki menemui Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bertanya tentang Luqathah (barang temuan), beliau
lalu bersabda: 'Kenalilah tutup dan talinya, lalu umumkan selama satu tahun.
Jika pemiliknya datang maka berikanlah, dan jika tidak maka itu menjadi
milikmu." laki-laki itu bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, bagaimana
dengan kambing yang tersesat?" Beliau menjawab: "Kambing itu untukmu,
atau untuk saudaramu, atau untuk serigala." Laki-laki itu bertanya lagi;
"Bagaimana dengan unta yang tersesat? ' beliau menjawab: "Apa
urusanmu dengan unta, ia bisa minum dan punya kaki! Ia akan mencari minum dan
makannya sendiri hingga bertemu dengan pemiliknya."
2.7 Laqith
Laqith adalah menemukan anak kecil yang belum dewasa yang
tersesat dijalan atau ditempat lain yang tidak diketahui siapa keluarganya. Anak
itu tidak mengetahui jalan untuk pulang kepada keluarganya dan tidak mengetahui
dimana orang tuanya berada. Anak yang dalam kondisi demikian kedalam istilah al
Laqith. Ia dikhawatirkan akan semakin tersesat atau akan teraniaya oleh
berbagai sebab.[16]
Memungut
anak yang hilang itu hukumnya mandub, sebab perbuatan yang demikian termasuk
amal yang utama guna menyelamatkannya. Akan tetapi, bila dikhawatirkan anak itu
akan teraniaya kalau tidak dipungut maka hukum mengambilnya menjadi fardu
kifayah. Dan bila timbul kekhawatiran bahwa anak itu akan teraniaya bila tidak
dipungut maka hukumnya wajib atas pihak yang menemukannya.[17]
2.8 Hukum (Barang Temuan) Berupa Makanan Dan
Barang Yang Kecil nilainya.
Menurut pendapat ashah
tidak diharuskan mengumumkan temuan selama satu tahun bila sedikit jumlahnya,
tidak begitu berharga, tidak dapat diukur dengan standart apapun, atau sesuatu
yang tidak menimbulkan kesedihan mendalam dan lazimnya tidak begitu dihiraukan
ketika barang itu hilang.
Sedikit banyaknya sesuatu dapat
diukur dengan standart uang dirham atau dinar, hal ini sesuai pernyataan
Aisyah, “ Tidak ada masalah memanfaatkan sesuatu dibawah satu dirham.” Atau
dapat diukur dengan standar jumlah kekayaan yang dicuri yang tidak sampai
dihukum potong tangan, yaitu seperempat dinar atau 3 dirham.
Batasan barang yang paling sedikit
jumlahnya adalah sesuatu yang diduga kuat bahwa pihak yang kehilangan tidak
banyak meratapinya dan umumnya pencarian barang dilakukan dalam tempo yang relatif
singkat.Namun ketika pemungut menemukan sesuatu barang yang tidak berharga
seperti sebiji anggur, kurma dan sejenisnya dia tidak harus mengumumkannya.[18].
Dari Anas ra ia berkata: Nabi saw
pernah melewati sebiji tamar di (tengah) jalan, lalu beliau bersabda, “Kalaulah
sekiranya aku tidak khawatirkan sebiji tamar itu termasuk tamar shadaqah,
niscaya aku memakannya.”[19]
2.8 Hikmah Mengambil Barang Temuan
a. Sebagai pengamanan (menyelamatkan)
barang yang tidak diketahui pemiliknya.
b. Menghormati hak milik orang dan
memisahkannya dari hak milik pribadi.
c. Mendidik untuk berlaku jujur dan
percaya diri, terutama bagi yang menemukan barang.
d. Menumbuhkan rasa solidaritas (rasa
kesetiakawanan) dalam hidup bermasyarakat
e. Membahagiakan orang yang
kehilangan barang apabila barangya itu ditemukan, kemudian diserahkan
kepadanya.[20]
BAB III
KESIMPULAN
Luqathah ialah harta yang hilang
dari tangan pemilikinya, yang kemudian ditemukan orang lain. Kebanyakan kata
luqathah dipakai untuk barang temuan yang sifatnya umum. Adapun untuk hewan
sering disebut dhallah dan temuan untuk manusia sering disebut laqith.
Hukum al-Luqathah berubah-ubah
tergantung dari kondisi tempat dan penemunya. Hukum al-Luqathah antara lain
wajib, sunnat, makruh, Mubah bahkan haram.
Barang-barang yang dapat ditemukan
manusia antara lain, Benda-benda tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat
disimpan dalam waktu yang lama seperti
emas, perak, dan jenis barang berharga dan kekayaan lainnya. Benda-benda yang
tidak tahan lama, kecuali melalui proses penanganan tertentu seperti susu
apabila dibuat keju.Benda yang tidak tahan lama, Benda yang perlu perawatan dan perbelanjaan seperti binatang ternak , dan Laqith
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Moh. Fiqih Islam. Subang :
Pt. Alma’arif. 1988
'Abdul 'Azhim bin Badawi
al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj.
Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah)
Enizar, Syarah Hadis Ekonomi.
STAIN Jurai Siwo Metro. 2009.
Ibn Rusyd, Bidayah al Mujtahid, jilid II ( Mesir : Syarikah
Maktabah wa Mathba’ah al Halabiy wa awladih, 1960.
Karim , Helmi,. Fiqh Muamalah. Jakarta : Pt Raja Grafindo persada.1997
Mudjahit, Fiqh 2, Jakarta :
Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam, cet. I., 1993
Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam.
Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010.
Rahman Abdul dan Ahmad Rofiq, Fiqih 2. Bandung
: CV. Armico,1988.
Syekh Imam dzahid al Muwafiq Abu
Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf Alfairadzi, Kitab Muhadzab. Maktabah Samilah.
Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2002
Taqiyuddin abubakar Imam, Kifayatul
Akhyar, Surabaya: Bina Iman,2000
Zuhali Wahbah, Fiqih Imam Syafi’i jilid II , Jakarta
: PT Niaga Swadaya, 2010
_____________, Fiqhul Islam wa adillatuhu jilid V .
[1]
Wahbah Zuhaili,
Fiqhul Islam wa adillatuhu jilid V hal 764
[2]
Moh. Anwar. Fiqih Islam ( Subang : PT Alma’arif, 1988 ) hal. 79
[3] Enizar. Syarah Hadis Ekonomi. ( Metro
: STAIN Jurai Siwo 2009). Hal 96
[4]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002
) hal. 197-198
[5]
Ibid
[6]
Syekh Imam dzahid al Muwafiq Abu Ishaq Ibrahim bin Ali
bin Yusuf Alfairadzi, Muhadzab. Maktabah Samilah
[7] Hendi Suhendi Op.cit hal 199-200
[8] Ibn Rusyd, Bidayah al Mujtahid, jilid II ( Mesir : Syarikah Maktabah
wa Mathba’ah al Halabiy wa awladih, 1960 )
hal. 282
[9]
Wahbah Zuhali. Fiqih Imam Syafi’i jilid II ( Jakarta : PT Niaga Swadaya,
2010 ) hal. 402
[10] Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam. ( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010 ) hal. 333
[11]
Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari V: 78 no: 2426, Muslim III: 135 no: 1723,
Tirmidzi II: 414 no: 1386, Ibnu Majah II: 837 no: 2506 dan ‘Aunul Ma’bud V: 118
no: 1685
[12]
Shahih Ibnu Majah no: 2032, Ibnu Majah II: 837 no: 2505, dan ’Aunul Ma’bud V:
131 no: 1693
[14] Enizar. Syarah Hadis Ekonomi. (Metro: STAIN Jurai Siwo, 2009 ) Hal. 96-97
[15] Malik, Bab Luqathah Kitab peradilan no 1.248
[16] Helmi Karim, Fiqh Muamalah. (Jakarta :
Pt Raja Grafindo persada, 1997 ) hal. 62
[17]
Ibid
[18] Wahbah Zuhali,.op.cit. hal.412
[19]
Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari V: 86 no: 2431, Muslim II: 752 no: 1071 dan
’Aunal Ma’bud V: 70 no: 1636
15 Mudjahit, Fiqh 2 (Jakarta : Direktorat jenderal pembinaan
kelembagaan agama islam, cet. I.,1993 ) hal. 206
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.