Batu bata merupakan instrumen terpenting untuk membangun gedung di
era modern seperti sekarang ini. Baik untuk gedung rumah, sekolah, kantor dan
gedung gedung lainnya. Jika dahulu kebanyakan orang menggunakan kayu untuk dinding rumahnya, namun di era modern
ini, tampaknya tren itu sedikit berubah melihat sulitnya mendapatkan kayu
olahan, selain harganya yang relatif mahal. Walaupn sebenarnya masih ada
sebagian orang yang tetap menggunakannya. Gedung yang menggunakan batu bata juga
terlihat lebih kokoh dan tidak mudah lapuk dimakan rayap. Mungkin atas dasar
inilah banyak orang yang menggunakan batu bata untuk mendirikan bangunan.
Nah, kali ini saya berkesampatan melihat dan berbincang langsung
dengan para pengerajin batu bata serta melihat langsung proses pembuatannya.
Kerajinan ini terletak di Kabupaten Deli Serdang tepatnya di desa Aras Kabu
pasar VII. Desa ini Letaknya persis di samping Bandara Kualanamu, bandara baru
di Sumatera Utara yang kabarnya akan diopersikan pada tanggal 25 Juli nanti.
Sebelum menjadi batu bata seperti yang sering kita lihat, ternyata proses
yang dilakukan cukup panjang, bahkan memakan waktu hingga belasan hari.
Proses pertama, mencari dan membeli ‘galong’, sebutan warga sekitar
untuk sejenis tanah liat berwarna cokelat sebagai bahan baku utama batu bata.
Hal ini dilakukan karena tidak semua tanah bisa dijadikan bahan baku. “Kalo tanah biasa enggak bisa lah, karena
enggak nyatu kalo di cetak,” ungkap Pak Sisu, seorang pengerajin batu bata yang
sudah belasan tahun menekuni pekerjaan ini. Ia juga menambahkan, bahwa tanah
ini dibeli dari desa tetangga dengan harga 1 dam truknya sebesar Rp.350.000
untuk sekali produksi.
Proses kedua, mengolah
tanah dan mencetaknya. Ada dua tipe pengerjaannya, Bagi yang bermodal besar bisa
menggunakan mesin. Namun, ada pula yang masih manual menggunakan tangan dengan
hanya bermodalkan cetakan papan. Kalau menggunakan mesin proses pengerjaanya
lebih cepat dan banyak. Selain itu, jenis batu yang dihasilkan juga lebih padat
dan besar. “Sekali cetak bisa menghasilkan
tiga ribu-an batu dalam setengah hari ,kalo
mau pun dua puluh ribu batu bisa. Kita Nengok
kondisi cuaca dan pekerja juga, ” ujar Pak Sisu si pemilik kilang bermesin.
Gambar :Seorang ibu pekerja cetak manual batu bata yang sedang mencangkul tanah untuk dimasukkan kedalam cetakan. |
Hal berbeda dikerjakan oleh Bu Lasiyem, wanita yang sudah hampir 1
dasawarsa menjadi pencetak batu bata. Ia merupakan buruh pencetak batu manual. Walaupun
sudah paruh baya, namun ia masih mempunyai tenaga ekstra untuk mencangkul dan
mengangkut tanah untuk diletakkan dalam cetakan. Tak ada mesin dalam proses
pencetakan, semuanya serba manual. Tangannya sungguh lihai dan cekatan. Namun,
dibalik itu semua, ia juga sempat mencurahkan isi hatinya, “sak jane kesel
kerjo koyok ngene dek, tapi arep kepiye meneh daripada nganggur neng omah,
lumayan lah iso ngerinanke bojo gawe tuku sayuran,” ungkap Bu Lasiyem dalam
bahasa daerah, yang maksudnnya : Sebenarnya capek kerja seperti ini, tapi mau
bagaimana lagi daripada nganggur di rumah, lumayan bisa bantu suami untuk menambah
beli sayuran.
Dalam setengah hari, Bu Lasiyem biasanya mampu mencetak sampai 1500
biji batu bata. Untuk Satu batu bata dihargai Rp.15, kalau dikalikan 1500 x Rp
15 = Rp.22.500 inilah yang dihasilkan Bu Lasiyem selama setengah hari bekerja.
Pekerjaan yang sungguh berat, namun sangat tidak sebanding dengan hasil yang
diperoleh. Walau begitu, ia menenggaku mensyukuri ini semua.
Gambar : Hasil cetakan manual Bu Lasiyem selama
setengah hari yang mencapai 1500 batu |
Kembali pada proses kedua pembuatan batu bata, Pak Sisu menjelaskan
setelah melalui proses pencetakan, maka batu ini siap untuk di susun dan dijemur.
Waktu penjemuran tergantung cuaca dan panasnya matahari. “Kalau hari normal dan
cuaca bagus, maka satu minggu sudah bisa kering dan siap untuk melewati proses
selanjutnya. Namun, jika cuaca mendung dan musim hujan, maka proses penjemuran
dapat memakan waktu hingga berminggu-minggu dan itu artinya para pengerajin
batu bata ini harus merasakan kerugian akibat semakin lamanya proses produksi”
jelasnya.
Gambar : Penyusunan batu bata di kilang pembakaran
|
Setelah melewati proses penjemuran, maka batu bata yang telah
kering harus masuk ke proses pembakaran.
Di sini, batu yang telah djemur
dipindahkan dan disusun di sebuah kilang pembakaran. Satu kilang pembakaran dapat
menampung hingga 25 ribu batu. Proses pembakaran ini memakan waktu yang cukup
lama, hampir satu minggu dengan bara api yang harus selalu menyala setiap
harinya. Sebenarnya, proses ini bisa lebih cepat kalau saja membakarnya
menggunakan kayu bakar, tidak sampai tiga hari batu sudah bisa matang. Namun,
harga kayu yang sangat mahal membuat para pengerajin menyiasatinya dengan
menggunakan sekam padi (Kulit padi). Selama satu minggu penuh bara api harus
selalu dijaga. Untuk mengerjakan pekerjaan ini, ada buruh khusus yang
melakukannya. Buruh tersebut bertugas menjaga bara api dan menyerak sekam di
atas tumpukan batu bata pada waktu pagi dan sore hari. Pak Sisu Menjelaskan, bahwa
gaji penyerak sekam padi tidak terlalu besar, hanya Rp 10 per batu. Artinya,
kalau dalam satu kilang ada dua puluh ribu batu yang dibakar, maka ia hanya
memperoleh gaji sebesar Rp.200.000 selama satu minggu/ sampai batu benar benar
matang.
Gambar : Batu bata yang sedang dibakar dengan sekam padi |
“Memang sih, pekerjaanya tidak terlalu susah. Namun resikonya sangat
besar. Karena para buruh harus menyerak sekam padi langsung diatas tumpukan
batu dengan bara api sekam yang masih menyala. Jika kejeblos masuk ke
dalam tumpukan batu yang berlubang, maka resikonya kaki bisa mengalami luka
bakar yang amat parah, ” ungkap Pak Sisu .Ia juga menambahkan, bahwa untuk
membuat batu bata benar-benar matang, maka sekam padi yang dihabiskan sebanyak
400 karung dengan harga per karung sekitar Rp.2500.
Setelah meleawati proses pembakaran yang memakan waktu cukup lama,
maka batu akan tampak matang jika warnanya mulai kemerah merahan seperti yang
biasa kita lihat. Proses perjalanan
panjang batu bata belum berakhir. Batu bata mesti didinginkan didalam kilang
selama 3 hari 3 malam. Nah, setelah itu barulah batu bata bisa dibongkar dan
dijual kepada para tengkulak. Untuk saat ini, harga batu bata perbijinya Rp.300
untuk batu mesin dan Rp.200 untuk batu cetak manual. Wah, sebanding nggak ya
dengan prosesnnya yang lama ?
Gambar : Batu bata yang sudah jadi dan siap untuk dipasarkan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.