Medan-Binjai-Medan 2

Setelah selesai menonton La Tahzan di Bioskop dengan membawa rasa kecewa, akhirnya kami memutuskan untuk langsung pulang dan menginap di rumah Faisal. Namun di tengah perjalanan ternyata rencana kami berubah setelah melihat banyaknya makanan yang di jajakan hampir di sepanjang jalan. Warga Binjai menyebutnya Pasar Kaget. Menurut Mu’az dinamkan pasar kaget karena pasar ini hanya ada di waktu malam hari saja.

Aneka jajanan disediakan disini, mulai dari yang halal sampai yang haram juga ada. Awalnya si Rizky tertarik dan kepingin mencoba kodok goreng, tapi sepertinya ia tidak berani membuktikan ucapannya. Akhirnya kami hanya memesan 4 piring kodok goreng, eh salah maksudnya 4 piring nasi goreng beserta pernak pernik dan aksesorisnya (telur, saus, bawang, kerupuk dan minuman). Setelah kenyang, kami langsung bergegas pulang untuk bermalam di rumah Faisal.

Keseokan paginya bertepatan dengan 17 Agustus 2013 yang merupakan Hari Ulang Kemerdekaan Republik Indonesia ke 68. Aku dan Rizky berencana untuk melanjutkan rute selanjutnya yakni kembali pulang ke Medan. Tetapi sebelum pulang, kami kembali di suguhkan aneka hidangan yang menggugah selera hasil masakan ibunya Faisal. Kami pun menyantap makanan pagi ini dengan lahap ( Antara doyan dan laper ).

Setelah itu, kami berpamitan kepada orangtua Faisal. Untuk menuju stasiun, kami kembali diantar oleh Faisal dan Mu’az dengan mengendarai sepeda motor.

Kami berangkat dari Binjai pukul 9.00 dengan menumpang kereta api Sri Lelawangsa dan sampai di Stasiun Medan pukul 09.30 pagi. Setibanya di Stasiun, tampak di seberang jalan banyak orang berkumpul mengadakan upacara di Lapangan Merdeka termasuk Gubernur dan Walikota juga disitu. Gak mau ketinggalan kami pun ikut meramaikan upacara pagi itu.


Suasana Upacara di Lapangan Merdeka

Barisan para aparat negara yang terlihat sangat rapi

Suasana sangat ramai, tetapi ketika masuk moment pengibaran bendera merah putih oleh Paskibra suasana kembali tenang. Aku jadi teringat beberapa tahun yang lalu ketika masih mengenakan seragam putih abu-abu. Kala itu, Aku juga pernah menjadi Pasukan pengibar bendera selama dua tahun berturut turut. Menjadi suatu kebanggan tersendiri memang dan hanya akan menjadi kenangan untuk dapat diceritakan kepada anak cucuku di masa yang akan datang. Menjadi Paskibra memang penuh kenangan. Kenangan dijemur, dimarahi, disuruh push up,di suruh lari lari keliling lapangan macem-macemlah, namun kerja keras itu terbayar ketika di hari H kita berhasil mengibarkan bendera dengan sempurna dan membuat bangga orang tua dan sekolah dimata masyarakat yang menyaksikan kita.

Upacara di lapangan Merdeka pun berlanjut. Setelah acara pengibaran bendera dan upacara lainnya. Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi hiburan yakni pertunjukan marching band dari TNI dan Marching Band Sinar Husni dan berhasil memukau ribuan peserta upacara dan masyarakat yang hadir menyaksikan.

Setelah hampir dua jam kami menyaksikan acara 17-an di Lapanagan Merdeka . Dwi Rizki mengajak ku untuk pulang ke rumah nya yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari stadion Teladan. Namun, karena letak rumahnya yang juga dekat dengan museum, aku pun berencana untuk singgah ke Museum Negeri untuk melihat dan mengenang perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan di masa penjajahan dulu.
Setelah membayar tiket masuk sebesar seribu rupiah. Kami pun melangkah kedalam museum. Koleksi museum negeri lumayan lengkap. Banyak fase dan pelajaran sejarah yang dulu sepertinya pernah aku pelajari dipaparkan disini. Mulai dari masa pra sejarah, masa Hindu-Budha, masa Islam, masa penjajahan sampai masa kemerdekaan.

foto bersama replika pejuang di Museum Negeri

Satu hal yang sangat aku sayangkan, kurangnya pemandu / pengawas museum di setiap lokasi koleksi sehingga banyak benda-benda bersejarah menjadi rusak dicorat-coret oleh para tangan tangan jahil. Selain itu aku juga merasa kesulitan jika ada keterangan dalam koleksi yang tidak aku mengerti. Ribuan pertanyaan terpendam dalam kepalaku karena tidak ada pemandu museum yang berjaga untuk menjelaskan keterangan koleksi museum yang hanya dijelaskan secara singkat. Pantas saja jumlah pengunjung museum sepi karena begini keadaaanya. Sangat berbeda jauh dengan yang sering aku saksikan di TV tentang kondisi museum di luar negeri yang ramai dan menjadi objek wisata bagi banyak turis. Semoga saja kondisi museum kita dapat lebih baik lagi dikemudian hari.


Salah satu dokumen milik museum yang rusak akibat ulah tangan-tangan jahil


Setelah lelah berjalan-jalan setengah harian. Kondisi dengkul lumayan pengkor. Aku dan Dwi memutuskan untuk menuju kerumahnya yang terletak hanya beberapa ratus meter dari museum. Di rumahnya aku beristirahat mengumpulkan tenaga untuk kembali ke rumah kost ku yang sepi dan tak berpenghuni.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.

Pages