BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan hal inilah yang
menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir
atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan
berfilsafatnya. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang
baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus
manusia diberikan berbagai pilihan.
Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada filsafat atau
pengetahuan. Salah satu kajian di dalam filsafat ilmu adalah aksiologi yang
mana aksiologi yaitu kegunaan ilmu pengetahuan bagi manusia. dalam hal ini
menimbulkan pertanyaan apakah sebenarnya kegunaan ilmu? Tentu saja jawaban
setiap orang itu akan berbeda-beda. Oleh karena itu dalam makalah ini kami
sangat tertarik untuk membahas lebih jauh megenai dimensi aksiologi.
B.
Tujuan Penulisan
Dari latar belakang diatas dapat kia ambil tujuan dari penulisan
makalah ini. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu kami akan
menjelaskan tentang dimensi aksiologis di dalam kajian filsafat ilmu serta teori-teori
yang membahas mengenai dimensi aksiologis tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani,
aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau
ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika[1]. Dalam
Encyclopedia of Philosophy (dalam Amsal:164) dijelaskan aksiologi disamakan
dengan value and valuation
Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang
lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang
lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan
kesucian[2].
Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata
sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu
yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia[3].
Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,
memberi nilai atau dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah
yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Menurut John Sinclair, dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti
politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang
berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai.
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika
dan estetika. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif
dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai
dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan simbolik atau pun fisik material. (Koento, 2003: 13). Jadi, aksiologi
adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi
:
a.
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh[4].
b.
Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah
nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar
normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu[5].
c.
Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi
sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu
suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan
deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.
d.
Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal
utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan
penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian
filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah
dan jelek.
e.
Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan[6].
Menurut
Bramel dalam Amsal (2009), Aksiologi terbagi tiga bagian[7] :
1)
Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika.
2)
Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan
keindahan.
3)
Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan
melahirkan filsafat social politik.
B.
Aksiologi Nilai Kegunaan Ilmu
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat
yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Nilai
itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan
objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek
yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada
pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi
subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia
menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti
perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak
senang. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat
berhutang kepada ilmu dan teknologi, sains dan teknologi dikembangkan untuk
memudahkan hidup manusia agar lebih mudah dan nyaman.
Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan sains dan
teknologi karena itu kita tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang
budi pada sains dan teknologi. Berkat sain dan teknologi pemenuhan kebutuhan
manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan mudah. Perkembangan ini baik
dibidang kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi telah mempermudah
kehidupan manusia.
Sejak dalam tahap-tahap pertama ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan
perang, disamping lain ilmu sering dikaitkan dengan faktor kemanusiaan, dimana
bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan
manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya yang harus menyesuaikan diri
dengan teknologi.
Menghadapi kenyataan ini ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam
sebagai mana adanya mulai mempertanyakan hal yang bersifat seharusnya, untuk
apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan? Dimana batasnya? Kearah mana ilmu akan
berkembang? Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk
kemudahan bagi manusia.
Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologinya merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, terbebas dari kutuk
yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang mempelajari teknologi seperti
bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi bagi
keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat
sebaliknya, yakni membawa mausia pada penciptaan bom atom yang menimbulkan
malapetaka.
Menghadapi hal yang
demikian, ilmu pengetahuan yang pada esensinya mempelajari alam sebagaimana
adanya, mulai dipertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang
bersifat merusak ini para ilmuan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu
golongan pertama yang menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap
nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya golongan kedua bahwa netralisasi terhadap nilai- nilai
hanyalah terbatas pada metavisis keilmuan sedangkan dalam penggunaanya ilmu
berlandaskan pada moral golongan
kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni: Ilmu secara factual
telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang telah dibuktikan dengan
adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi- teknologi keilmuan.
Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuan
telah mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan.Ilmu
dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus
revolusi genetika dan tehnik perubahan sosial. Berkenaan dengan nilai guna
ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh
umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan
hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri yaitu
bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau
justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang
disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan
kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak
mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya[8].
C.
Kegunaan Aksiologi Terhadap
Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu
agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi
seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh
Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah
kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang
kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa
mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri
merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu
memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan
tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau
untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat
filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1.
Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi
dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung
suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem
kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari
teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2.
Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua
ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam
kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk
dalam menjalani kehidupan.
3.
Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup
ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan
dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak
cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling
rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan
secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua
masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
D.
Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.
Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek
yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada
pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi
subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia
menjadi tolak ukur penilaian.Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti
perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak
senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum
dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah
satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah
terletak pada objektifitasnya.Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris
dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya.
Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas
melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya
tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya be rhasil
dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat
pada nilai subjektif[9].
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai
berikut: Menurut bahasa Yunani,
aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau
ilmu. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah
laku, atau yang lainnya.
B.
Kritik dan Saran
Kepada para pembaca yang budiman di dalam penulisan makalah ini
kami yakin terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya,
hal itu disebabkan oleh terbatasnya ilmu yang kami milikioleh karena itu, kami
berharap kepada para pembaca agar dapat memberikan kritik dan sarannya kepada
kami supaya kami dapat lebih bisa mengembangkan tulisan kami berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi,
Azra. . Integrasi Keilmuan. Jakarta :
PPJM dan UIN Jakarta Press.
Bakhtiar,
Amsal. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Bidin,
Masri Elmasyar, dkk. . Integrasi
Ilmu Agama dan Ilmu Hukum. Jakarta : UIN Jakarta Press.
Kattsoff, Louis
O. 2004. Unsur-Unsur Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Salam
Burhanuddin. 1997. Logika Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Reneka
Cipta.
Surajiyo. 2007.
Filsafat Ilmu dan Perkembangan di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Suriasumantri,
Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Wihadi, Admojo,
et.al. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
[1] Admojo Wihadi, et.al.. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. 1998, hal: 19
[2] Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2009, hal: 149
[3] Burhanuddin salam, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan,
(Jakarta: Reneka Cipta, 1997), cet. Ke-1, hal. 168
[4] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar
Populer.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1990, hal: 234
[5]
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
2007, hal: 152
[6] Louis.O. Kattsoff, Unsur-Unsur Filsafat, (Yokyakarta: Tiara
Wacana, 2004), hal: 319
[7]Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2009, hal: 163
[8]
Masri Elmasyar Bidin, MA, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, (Jakarta:
UIN Jakarta Press) hal. 75-77
[9]
Azra Azyumardi, Integrasi Keilmuan, (Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press). Hal. 90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak kamu di sini ya..!
Silahkan isi dan komentari dengan sopan
Salam Blogger.